Cerpen Terbaru: Mahkota Itu Terjatuh Bersama Doa, Saat Aku Berhenti Menyebut Namamu Dalam Tidur

Mahkota Itu Terjatuh Bersama Doa, Saat Aku Berhenti Menyebut Namamu Dalam Tidur

Kabut menggantung tebal di lereng Gunung Longshan, menyelimuti Pura Langit dengan misteri yang menyesakkan. Di dalam lorong istana yang sunyi, hanya gemerisik sutra jubah Hanfu-ku yang memecah keheningan. Sepuluh tahun. Sepuluh tahun aku dianggap debu, dilupakan, mati. Namun, aku kembali. Bukan sebagai mayat yang bangkit, tetapi sebagai jawaban.

Di ujung lorong, siluetnya berdiri. Kaisar Li Wei, dengan jubah naga emasnya yang berkilauan redup diterangi obor. Wajahnya, yang dulu kupuja, kini hanya topeng kesedihan dan kelelahan.

"Lan Ying?" bisiknya, suaranya serak tertelan usia dan penyesalan. "Mustahil... mereka bilang kau... kau tewas."

Aku mendekat, langkahku tenang namun setiap jejak terasa menggetarkan lantai marmer. "Mereka berbohong, Kaisar."

"Siapa?"

"Mereka yang menginginkanmu percaya. Mereka yang haus darah dan kekuasaan. Mereka yang kau percayai." Bibirku melengkung sinis. Dulu, aku akan gemetar menyebutnya Kaisar. Sekarang? Hanya sebutan tanpa makna.

"Apa maksudmu?" Nadanya penuh tuntutan, namun matanya memancarkan ketakutan yang tak bisa disembunyikan.

"Mahkota itu berat, bukan?" Aku berhenti beberapa langkah darinya. "Terutama jika dibangun di atas kebohongan dan pengkhianatan."

Li Wei terdiam. Angin gunung yang dingin bertiup melalui lorong, membawa aroma pinus dan bau mesiu samar.

"Dulu, aku berdoa setiap malam untukmu. Aku menyebut namamu dalam tidurku, berharap kau akan terlindungi," lanjutku, suaraku seperti bisikan hantu. "Tapi doa itu berhenti. Saat aku melihat kebenaran. Saat aku melihat kau membiarkan mereka membunuhku."

"Aku tidak tahu! Aku... aku dijebak!"

Aku tertawa pelan, suara tawa yang pahit dan hampa. "Dijebak? Seorang Kaisar dijebak oleh kasim dan selir licik? Kau meremehkanku, Li Wei. Atau mungkin... kau meremehkan dirimu sendiri."

Aku mengeluarkan sebuah kotak kecil dari balik jubahku. Kotak kayu cendana yang dihiasi ukiran naga. Di dalamnya, tergeletak sebuah jepit rambut emas, bertatahkan batu giok zamrud. Jepit rambut kesayanganku. Jepit rambut yang kau berikan padaku.

"Ini," aku menyodorkannya padanya. "Ambil. Mungkin ini satu-satunya kenangan yang pantas kau simpan."

Li Wei gemetar saat menerima jepit rambut itu. Tangannya bergetar hebat.

"Dulu, aku adalah korban. Sekarang..." Aku tersenyum dingin. "...aku adalah takdirmu."

Matanya membelalak, ketakutan memenuhi seluruh wajahnya. Dia menyadari semuanya. Bahwa kejatuhannya bukanlah karena konspirasi selir atau ambisi kasim. Bahwa dalang dari semua ini... adalah aku.

Aku berbalik, meninggalkan Li Wei yang terpaku di tempatnya. Saat aku melangkah pergi, aku mendengar suara gemerincing. Mahkota itu terjatuh. Bersamaan dengan doa-doa yang dulu kupanjatkan.

Dan saat itu, di tengah kabut yang pekat, aku tahu, bahwa rahasia tergelap selalu tersembunyi di balik senyuman yang paling manis.

You Might Also Like: 0895403292432 Diskon Skincare Lokal

OlderNewest

Post a Comment