Bikin Penasaran: Air Mata Yang Mengalir Di Atas Makam

Air Mata yang Mengalir di Atas Makam

Aroma dupa membumbung tinggi, bercampur dengan wangi bunga krisan yang ditaburkan di atas gundukan tanah merah. Lin Yue, dengan jubah berkabung putih yang menjuntai anggun, berlutut di hadapan makam. Matanya, danau BENING yang dulunya dipenuhi tawa, kini hanya memantulkan kepingan-kepingan kenangan pahit. Kenangan tentang cinta dan pengkhianatan, tentang kekuasaan yang meremukkan hatinya hingga berkeping-keping.

Dulu, Lin Yue adalah tunangan Putra Mahkota, terpesona oleh janji-janji manis dan kilau permata kekuasaan. Ia percaya, cintanya pada Pangeran Li akan menaklukkan segalanya. Betapa NAIF ia saat itu. Pangeran Li, yang haus takhta, lebih memilih menikahi putri dari Jenderal Agung, demi memperkuat posisinya. Lin Yue dibuang, dipermalukan, dan keluarganya hancur lebur.

Dendam membara di dalam hatinya, tetapi Lin Yue menolaknya. Ia tahu, amarah hanya akan membutakannya. Ia memilih jalan lain, jalan yang membutuhkan kesabaran dan ketenangan. Ia mempelajari strategi perang, intrik politik, dan seni bela diri. Ia menempa dirinya menjadi seorang wanita yang tangguh, seorang strateg ulung. Kelembutan hatinya tidak hilang, namun tertutup lapisan baja yang tak tertembus.

Setiap malam, di bawah rembulan yang dingin, Lin Yue berlatih pedang. Gerakannya anggun, namun mematikan. Ia membayangkan wajah Pangeran Li di setiap tebasan, bukan dengan kebencian, melainkan dengan tekad. Ia tidak ingin membalas dendam dengan kekerasan, melainkan dengan KEADILAN.

Bertahun-tahun berlalu. Pangeran Li, yang kini menjadi Kaisar, memerintah dengan tangan besi. Rakyat menderita, istana dipenuhi intrik, dan kerajaannya berada di ambang kehancuran. Lin Yue, yang kini dikenal sebagai Lady Yue – penasihat militer yang dihormati di kerajaan tetangga – melihat kesempatan itu.

Ia menawarkan bantuannya kepada kerajaan tetangga, dengan syarat: ia yang akan memimpin pasukan untuk menggulingkan Kaisar Li. Tawaran itu diterima.

Perang pun pecah. Lady Yue memimpin pasukannya dengan brilian. Ia tahu setiap kelemahan musuhnya, setiap celah dalam pertahanan mereka. Kaisar Li, yang terlena dengan kekuasaan, tidak menyadari bahwa kehancurannya sedang mendekat.

Pada akhirnya, pasukan Lady Yue berhasil memasuki ibukota. Kaisar Li, yang terpojok, mencoba melarikan diri, tetapi Lady Yue menghadangnya. Mereka berhadapan di halaman istana yang sunyi, di bawah tatapan rembulan.

"Lin Yue…" desis Kaisar Li, suaranya bergetar ketakutan.

Lady Yue hanya menatapnya dengan tatapan DINGIN. Tidak ada amarah, tidak ada dendam, hanya ketenangan yang mematikan.

"Kau pikir, dengan kekuasaan kau bisa memiliki segalanya? Kau salah," ucap Lady Yue, suaranya pelan, namun menusuk jantung. "Kekuasaan sejati bukan tentang menaklukkan orang lain, tapi tentang menaklukkan diri sendiri."

Kaisar Li bersujud, memohon ampun. Lady Yue tidak bergeming. Ia mengangkat pedangnya, bukan untuk membunuh, melainkan untuk melucuti Kaisar Li dari kekuasaannya.

Kaisar Li diturunkan dari takhtanya, dan kerajaan dipulihkan di bawah pemerintahan yang adil. Lady Yue kembali ke makam keluarganya, menaburkan bunga krisan, dan berbisik, "Keadilan telah ditegakkan."

Saat ia berbalik, meninggalkan makam itu untuk selamanya, ia tahu bahwa ia bukan lagi Lin Yue yang lemah dan terluka. Ia adalah Lady Yue, seorang RATU tanpa mahkota, yang memerintah kerajaannya sendiri: kerajaannya yang bernama harga diri.

Dan bibirnya berbisik lirih, "Sekarang, aku bebas untuk menentukan takdirku sendiri, dan takdirku adalah... KEMERDEKAAN SEJATI!"

You Might Also Like: 0895403292432 Jual Skincare Dengan

Post a Comment