Ini Baru Cerita! Air Mata Yang Menemani Senja Terakhir

Layar ponsel itu retak, sama retaknya dengan hatiku. Setiap notifikasi yang masuk bukan lagi melodi rindu, melainkan simfoni kehampaan. Hujan kota Jakarta sore ini, seperti biasa, menemaniku. Gemericiknya menimpa kaca jendela kafe, memburamkan bayangan diriku sendiri, seolah aku pun mulai pudar.

Dulu, notifikasi darimu adalah matahari di pagiku. Sekarang, hanya sisa chat yang tak terkirim, kata-kata yang menggantung di udara digital, menjadi hantu kenangan. Aroma kopi robusta yang kupesan pun terasa pahit, sepahit kenyataan bahwa kau telah pergi, tanpa penjelasan yang SEBENARNYA.

Kita bertemu di dunia maya, sebuah aplikasi pencari teman – ironis, bukan? Cinta kita tumbuh di antara emoji dan gif, di balik persona yang kita bangun. Kita berjanji untuk bertemu di dunia nyata, di kafe ini, di bawah langit senja yang sama.

Tapi kau tak pernah datang.

Aku menunggu. Menunggu dengan sabar, lalu dengan gelisah, dan akhirnya, dengan putus asa.

Orang-orang bilang aku bodoh, mengharapkan seseorang yang bahkan tak pernah kutemui. Tapi aku MERASAKAN sesuatu yang nyata. Ada koneksi, ada chemistry yang tak bisa dipungkiri. Atau setidaknya, aku pikir begitu.

Bertahun-tahun berlalu. Aku berusaha melupakanmu, menghapus jejakmu dari setiap sudut memoriku. Tapi kau selalu kembali, sebagai bayangan samar di balik senja, sebagai melodi sendu di tengah kebisingan kota.

Kemudian, aku menemukan sebuah akun anonim. Akun itu memposting foto-foto kita, foto-foto yang hanya kita berdua yang tahu. Captionnya berisi petunjuk samar, potongan-potongan puzzle yang perlahan membentuk sebuah gambar mengerikan.

Ternyata, kau tidak menghilang begitu saja. Kau DIPAKSA menghilang.

Kau adalah saksi kunci dalam sebuah kasus korupsi besar, melibatkan orang-orang yang sangat berkuasa. Mereka mengancam keluargamu, memaksamu untuk bersembunyi, untuk meninggalkan segalanya, termasuk aku.

Rahasia itu, RAHASIA itu membunuhku perlahan-lahan. Aku membencimu karena telah meninggalkanku, tapi aku lebih membenci mereka yang telah merenggutmu dariku.

Lalu aku menyusun rencana. Sebuah rencana yang sederhana, tapi MEMATIKAN.

Aku menggunakan semua informasi yang kubisa, semua jejak digital yang kau tinggalkan, untuk membongkar kasus itu ke publik. Aku menyebarkannya ke media sosial, ke wartawan investigasi, ke semua orang yang mau mendengarkan.

Kebusukan itu akhirnya terungkap. Orang-orang itu ditangkap.

Aku tak tahu di mana kau sekarang. Apakah kau masih hidup? Apakah kau tahu apa yang telah kulakukan?

Aku tak berharap kau berterima kasih. Aku hanya ingin kau tahu, aku melakukan ini untukmu, untuk kita.

Di senja terakhirku di kafe ini, aku memesan secangkir kopi robusta dan mengirimkanmu sebuah pesan. Pesan itu hanya berisi satu kata: "Selesai."

Aku tersenyum, senyum pahit, tapi senyum yang penuh dengan kepuasan. Aku menghapus semua jejakmu dari ponselku, dari hidupku.

Aku bangkit, melangkah keluar kafe, dan menghilang ke dalam keramaian kota, meninggalkan aroma kopi dan air mata yang menemani senja.

Dan mungkin, hanya mungkin, kau akan merasakannya, bukan begitu?

You Might Also Like: 7 Fakta Tafsir Bertemu Belut Jangan

Post a Comment